Pada 2/11/2022 Kementerian Komunikasi dan Informatika atau lebih dikenal dengan Kominfo membuat geger masyarakat lagi. Kali ini mereka resmi menghentikan siaran TV analog dan dimigrasikan ke TV digital, sebutan kasarnya secara paksa Kominfo mematikan televisi tabung untuk diganti ke LCD semuanya. Jadi banyak masyarakat Jabodetabek yang masing menggunakannya tepat hari itu tak lagi bisa menggunakan TV tabungnya. Keputusan tersebut banyak pro serta kontra, berikut pembahasannya.
Membahas Pro dan Kontra Migrasi Paksa TV Analog ke Digital
Melansir dari tempo.com, Menko Polhukam Mahfud MD mengklaim masyarakat dianggap sudah siap dan mampu untuk berpindah ke TV Digital. Namun terlepas dari itu, sepertinya pemerintah lupa untuk mengecek lagi masyarakatnya dari sudut pandang terkecil sehingga muncul banyak kontra di sosial media tentunya. Berikut pembahasannya terkait keputusan sepihak pemerintah tersebut.
1. Banyak Masyarakat yang Protes Terkait Rencana Tersebut

Tidak bisa dipungkiri meskipun saat ini di era globalisasi teknologi maju seperti sekarang sebenarnya masih banyak masyarakat yang memanfaatkan televisi analog atau biasa disebut TV tabung. Di tengah banyaknya pengguna TV LCD dan LED, dari smart TV sampai Android TV kenyataannya memang sebagian bertahan bersama analognya.
Pemerintah memang menyediakan bantuan posko, bantuannya ditaksir 2 persen sehingga masyarakat yang belum siap diharapkan bisa langsung datang ke posko. Namun ternyata tidak semua dari mereka mampu membeli TV digital di waktu secepat itu tanpa persiapan. Mengingat harga termurahnya di angka 2 juta, tidak heran masih banyak masyarakat protes.
2. Masyarakat Merasa Dirugikan di Tengah Kesulitan Ekonomi

Mungkin sebagian masyarakat akan bertanya-tanya, lalu bagaimana solusinya? Selain membeli TV Digital, masyarakat jika ingin tetap bisa menggunakan televisinya bisa membeli STB (Set Top Box). Selain itu langganan TV parabola, namun lagi-lagi hal tersebut jelas memberatkan mereka yang memang kondisi ekonominya belum stabil.
Masyarakat Indonesia sendiri baru sekitar setahu terlepas bebas dari jerat Covid-19, perekonomian yang secara perlahan diperbaiki. Dengan adanya kebijakan bahkan baru dilaksanakan di Jabodetabek, tentu saja memberatkan mereka dan tentunya dirugikan di tengah kesulitan ekonominya. Diharapkan pemerintah bisa memikirkannya kembali.
3. TV Analog masih Berguna dan Berfungsi

Di tengah kemajuan teknologi seperti sekarang ini memang penggunaan TV digital sudah terlihat, namun hal itu bukan berarti semua menggunakannya. Masih banyak masyarakat bertahan dengan TV analognya karena memang masih bisa digunakan juga berfungsi dengan baik. Namun ternyata Kominfo justru memutuskan migrasi paksa.
Meskipun pihak Kominfo mengatakan bahwa perencanaan ini sudah ditinjau sejak lama, tetapi sepertinya melupakan bagaimana nasib masyarakat yang kondisinya memang kurang mampu. Untuk makan sehari saja sulit, sedangkan TV tabung tersebut hiburan satu-satunya, lalu bagaimana jika tidak bisa digunakan lagi karena kebijakan itu?
4. Hary Tanoe Memberikan Perbedaan Pendapatnya

Melansir dari tempo.co, bos dari MNC Group Hary Tanoesoedibjo atau lebih dikenal sebagai Hary Tanoe memberikan pendapatnya tentang kebijakan migrasi yang akan merugikan masyarakat Jabodetabek. Menurutnya diperkirakan sebesar 60% masyarakat tidak akan bisa lagi menikmati siaran televisi analog.
Kebijakan tersebut dianggap memaksa masyarakat untuk membeli STB, berlangganan parabola atau mengganti TVnya menjadi digital. Hal tersebut cukup dikhawatirkan karena mereka masih berusaha memperbaiki ekonominya pasca pandemi. Kontra tersebut diutarakan oleh Hary Tanoe melalui akun instagram resminya.
5. Migrasi Tersebut bisa Dilakukan namun Tidak Sekarang

Selain mengajukan keberatannya, Hary Tanoe juga memberikan pendapatnya tentang timing kurang tepat. Seperti sudah dijelaskan di atas bahwa saat ini masih banyak masyarakat yang sedang berjuang dalam memulihkan perekonomiannya pasca pandemi, di saat itulah mereka tidak akan memikirkan membeli TV sebagai kebutuhan.
Selain itu kepemilikan STB dan berlangganan parabola juga tidak bisa menjadi kebutuhan utama sedangkan mereka juga membutuhkan hiburan melalui TV analognya. Oleh sebab itulah diharapkan Kominfo bisa memikirkannya lagi, Indonesia pada dasarnya masih belum terlalu siap mengingat kondisi setelah pandemi masih membayanginya.
6. TV Menjadi Hiburan Masyarakat dari Berbagai Kalangan

Mungkin bagi Anda yang mampu, televisi bukan menjadi satu-satunya hiburan karena masih mempunyai banyak gadget. Namun bukan berarti semuanya disamakan, karena nyatanya masih banyak sekali masyarakat menggunakan TV analog dan dijadikan sebagai hiburan satu-satunya. Coba pikirkan lagi bagaimana nasibnya ketika migrasi tersebut diteruskan?
Apa yang dilakukan Kominfo tidak salah karena ingin masyarakat lebih maju. Namun hanya saja seperti pendapat Hary Tanoe timing-nya kurang tepat. Coba ditinjau kembali.